Fiksi Pilihan

Nada Tinggi Belum Tentu Marah

  Di ruang persiapan, tuan presiden dalam balutan batik kontemporer sekali lagi memandang naskah pidatonya dan memberi perhatian pada tanda-tanda baca warna-warni yang bertebaran di sepanjang naskah.

Puisi Cinta Anak Elektro

gambar dari: www.thejayfk.com


Sejak pertama kali bertemu denganmu,aku tahu engkaulan yang kunanti selama ini.

Lihatlah...Setiap ku memandangmu,:amperemeter dan voltmeter cintaku selalu menunjukan skala penuh,dan gelombang di osiloskop hatiku bergerak tak karuanSetiap ku mendekatimu,hatiku bergetar lebih dahsyat dari getaran turbin yang membangkitkanarus AC tiga fasa 220 volt 50 hertz.

Bila engkau jauh,aku bagai komputer digital tanpa mikroprosesor,aku bagaikan rangkaian pemancar tanpa catu daya.
Karena hanya engkau yang bisa me-recharge kekosonganmuatan kapasitor hatiku.Hanya engkau yang bisa mengaktifkan perangkat keras dan perangkat lunakyang aku miliki.

Aku ingin hatiku dan hatimu bagai anoda dan katoda daridioda yang dibias maju.Aku ingin hati kita bagai belitan induktor yang melekat kuat pada inti transformator.
Maka biarlah tahanan di antara hati kita besarnyatidak lebih dari satu ohm agar sinyal-sinyal analog yang aku kirimboleh mengalir indah dari emitter hatiku sampai di kolektor hatimu tanpadistorsi yang berarti.

Biarlah sinyal-sinyal itu engkau sampling, kuantisasi dan dekodekanagar engkau bisa menganalisis kesungguhan byte-byte cinta ini.
Jangan sangsikan ketulusanku padamu.Biarlah keraguanmu aku tapis menggunakan band pass filter.
Kalau tak percaya pada cintaku, belahlah dadaku.Engkau akan melihat namamu tertera indah pada display LCD hatiku.

Masih tak percaya?Belahlah lebih dalam lagi,engkau akan melihat rangkaian penerima yang jalur-jalurnya telah cacat akibat menerima gelombang elektromagnetik intensitas tinggi yangengkau pancarkan.

Masih tak percaya juga?Biarlah....Demi engkau aku rela memutus saklar utama kehidupankuagar engkau tahu betapa besarnya amplituda cintaku.

Percayalah padaku hanya engkau cintaku.

********

 photo Jangancopasing.jpg

Komentar

Lis Suwasono mengatakan…
Hehehe... superrr kreatif!
alrisjualan mengatakan…
Keren. Gimana kalo anak sipil atau mesin yang bikin puisi ya?
salam,
http://alrisblog.wordpress.com
pical gadi mengatakan…
Trims sudah singgah mbak Liz. Ini dibuat saat kuliahan dulu, jadi memang detail sekali. Dibaca sekarang malah ngakak sendiri sekalian nostalgia lagi...
pical gadi mengatakan…
Kalu anak sipil mungkin banyak bicara tentang beton atau jembatan, kalau mesin mungkin bicara tentang stator, rotor, de el el.
Mesti anak sipil/mesin yg buat pak Alris.